Menulis Saat Emosional: Produktif atau Justru Overdramatis?
Menulis saat hati sedang galau bukanlah hal baru. Banyak penulis mengatakan bahwa mereka menghasilkan karya terbaik mereka ketika hati sedang gundah, emosi memuncak, atau pikiran sedang tidak baik-baik saja.
Tapi, apakah kondisi emosional bisa membuat kita menghasilkan tulisan secara lebih produktif? Ataukah justru berisiko membuat tulisan kita menjadi terlalu dramatis?
Menulis dalam Keadaan Emosional
Menulis saat galau atau sedang emosional seringkali menjadi pelarian untuk mengekspresikan perasaan yang sulit diungkapkan, loh! Ini juga dikenal sebagai expressive writing, di mana seseorang menyuarakan pikiran dan perasaan terdalamnya melalui tulisan.
Seperti fenomena gunung es, tulisan yang dihasilkan saat galau hanya memperlihatkan sebagian kecil dari apa yang sebenarnya terjadi di pikiran ataupun hati penulisnya. Di media sosial, kita sering melihat postingan-postingan penuh emosi yang mendapat respons tinggi.
Di dunia sastra, tidak sedikit karya masterpiece yang lahir dari pengalaman traumatis atau periode kelam penulisnya, loh!
Jadi, Produktif atau Overdramatis?
Ketika seorang penulis menghasilkan tulisan dalam kondisi emosional, hal ini dapat meningkatkan produktivitas karena emosi yang kuat mendorong kita untuk menuangkan pikiran dengan lebih intens.
Namun, tulisan tersebut tetap memiliki kemungkinan menjadi terlalu melodramatis. Ketika emosi mendominasi, kita akan cenderung menggunakan bahasa yang berlebihan.
Inilah yang bisa membuat pembaca merasa tidak terhubung dengan isi tulisan sehingga menjadi overdramatis karena kita terlalu masuk ke dalam tulisan tanpa mempertimbangkan alur atau rangkaian kata yang nantinya akan dibaca oleh pembaca.
Jika dipandang melalui perspektif psikologi, menulis saat emosional sebenarnya memiliki landasan ilmiah yang cukup kuat, loh!
Expressive writing memang dirancang untuk membantu seseorang memproses pikiran dan perasaan yang penuh stres terkait suatu hal atau kejadian tertentu.
Cara Menulis Saat Emosional agar Tidak Menjadi Overdramatis
Mau tetap menulis saat emosional, tapi tidak overdramatis? Coba ikuti beberapa tips di bawah ini!
- Tulis untuk diri sendiri terlebih dahulu: gunakan jurnal pribadi atau tempat menulis pribadi untuk mengekspresikan perasaan secara utuh dalam tulisan. Ini membantumu mengolah emosi sebelum membagikannya kepada orang lain.
- Berikan jeda waktu: coba beri waktu setelah menulis dalam kondisi emosional sebelum membaca ulang, mengedit, atau membagikan tulisanmu. Jeda waktu ini memungkinkan kamu untuk melihat tulisanmu dengan perspektif yang lebih objektif.
- Susun ulang narasi dan refleksi: setelah menyuarakan perasaanmu, coba susun ulang struktur tulisan menjadi cerita atau refleksi yang membangun, kamu juga bisa gunakan reflective writing untuk memahami pengalamanmu secara mendalam.
- Fokus pada narasi, bukan emosi: alih-alih hanya menuliskan perasaan, cobalah membangun cerita dengan argumen yang kuat. Ini membantu menjaga keseimbangan antara ekspresi emosi dan kualitas tulisan.
- Coba gunakan teknik menulis reflektif: teknik ini mendorong kamu untuk merenungkan pengalaman atau kejadian yang kamu alami dan menarik pelajaran darinya, bukan sekadar mencurahkan perasaan.
Menulis saat emosional ibarat pedang bermata dua— penyalur emosi sekaligus risiko adanya tulisan yang overdramatis. Di satu sisi, menulis saat hati dan pikiran sedang gundah dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengolah emosi dan meningkatkan produktivitas, tapi penting juga untuk menjaga keseimbangan agar tulisan tidak terjebak dalam melodrama.
Yuk, bisa tetap hasilkan karya meskipun pikiran dan hati sedang gundah. Siapa tahu, menulis justru dapat meringankan beban hati dan pikiranmu. Selamat menulis, semoga galau itu jadi karya bermakna!
Referensi
American Psychological Association. (2024). Expressive writing can help your mental health [Audio podcast episode]. In Speaking of Psychology. https://www.apa.org/news/podcasts/speaking-of-psychology/expressive-writing.
Caputo, A., et al. (2022). Expressive writing as a practice against work stress: An experimental study. Stress and Health, 40(3), 234-245. https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/15555240.2024.2366220.
Pennebaker, J. W. (2018). Expressive writing in psychological science. Psychological Science, 29(9), 1456-1468. https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/1745691617707315.
Wang, L., et al. (2022). Research on expressive writing in psychology: A forty-year bibliometric analysis and visualization of current status and research trends. Frontiers in Psychology, 13, 825626. https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/fpsyg.2022.825626/full.
Wikipedia contributors. (2025, May 25). Reflective writing. Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Reflective_writing.
Ditulis oleh: Mahira I. Hanandhya