Membaca Literasi Visual dan Digital Menguntungkan atau Membosankan?: Belajar Berpikir Kritis di Era Gempuran AI
Literasi digital dan visual memiliki ikatan erat di era yang serba modern ini, munculnya AI juga memiliki andil pada pola perubahan zaman yang semakin canggih. Memilih untuk mengambil kedua jenis literasi tersebut adalah pilihan yang tepat, namun tentu harus dibarengi dengan pola berpikir kritis untuk tetap berada di koridor kemanusiaan.
Pada artikel kali ini, saya akan membahas mengenai literasi digital dan visual serta manfaat dan resikonya dalam era modern. Tidak hanya itu, penulis juga akan memberikan tips berpikir kritis dengan kecanggihan digital agar menjadi pribadi yang tidak salah langkah menghadapi pergerakan dunia.
Pengertian dan Contoh Literasi Visual dan Digital
Literasi visual adalah kemampuan seseorang dalam membaca, memahami, mendeskripsikan, serta membuat pesan dari visual berupa gambar, grafik, video, atau simbol.
Jika dipahami pada pengertian visual sendiri maka berkaitan erat dengan penggunaan indera penglihatan seseorang. Ternyata lebih dari itu, bukan hanya sekedar melihat namun juga harus bisa memahami isinya.
Penerapan literasi visual sudah sangat berkembang, contohnya pada video pembelajaran, konten edukasi di media sosial (TikTok, Instagram, dll), buku bergambar dan masih banyak lagi.
Selain menikmati keindahan visualnya, pembaca atau penonton dapat menggali informasi dari konten atau visual yang dilihat.
Literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan dan memanfaatkan perangkat digital seperti laptop, komputer, atau ponsel untuk mendapat informasi secara efektif. Kecanggihan teknologi yang terus maju ini harus dimanfaatkan dengan cara yang positif agar tidak terjerumus pada sesuatu yang negatif dengan alasan perkembangan teknologi.
Sebenarnya penerapan literasi digital akan beriringan dengan literasi visual, seperti dalam konten media sosial yang tentu menyajikan visualnya juga. Namun, literasi digital tanpa visual juga ada, contohnya podcast berisi dialog sehingga pendengar cukup fokus pada suara.
Dapat disimpulkan bahwa literasi digital dan literasi visual memiliki keterkaitan yang kuat. Pemanfaatan literasi visual di era digital menjadi konsentrasi banyak orang.
Di masa yang terus berkembang ini keduanya harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, ada banyak keunggulan di dalamnya, namun juga tidak menutup kemungkinan atas tantangan yang harus dihadapi.
Manfaat Literasi Visual dan Digital
Selain memiliki keterkaitan yang kuat ternyata literasi visual dan digital memiliki manfaat yang banyak, berikut beberapa manfaatnya.
1. Menyajikan Informasi yang Lebih Kompleks
Tidak dapat dipungkiri terkadang kita jenuh untuk membaca teks yang berlembar-lembar sehingga ada beberapa informasi yang terlewat, dengan hadirnya literasi visual dan digital kini pembaca dapat menggali informasi secara lebih lengkap melalui visual yang disajikan.
2. Efisiensi Waktu dan Biaya
Literasi visual dan digital ternyata juga bisa menghemat waktu dan biaya. Dengan kemudahan akses internet saat ini, siapa pun dapat belajar dari mana saja dan kapan saja.
Contoh studi kasus pada saat era covid, beberapa aktivitas tetap bisa dijalankan dengan metode online seperti pertemuan kuliah dengan Zoom, pembelajaran melalui konten edukasi di Youtube, dan masih banyak lagi.
3. Menghidupkan Kreativitas
Banyak jenis literasi berbentuk visual dan digital yang mudah ditemui memungkinkan individu tertarik meniru apa yang ditonton atau didengarkan. Sehingga bukan hanya sebagai penikmat saja namun bisa menggali ide-ide kreatifnya untuk menciptakan sesuatu yang baru lagi.
Sekarang banyak pekerjaan yang gencar memanfaatkan teknologi digital sebab pasar online yang terus berkembang. Bisa jadi satu kreativitas menjadi pembuka jalan untuk karir yang gemilang di masa depan.
Tips Mencari Nilai dari Literasi Visual dan Digital dengan Berpikir Kritis
Menurut pendapat John Dewey berpikir kritis merupakan pertimbangan yang aktif dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja. Secara lebih rinci pendapat Dewey ini mempertimbangkan pertimbangan aktif dan pertimbangan pasif.
Orang yang berpikir kritis cenderung akan melakukan pertimbangan dengan mengkajinya terlebih dahulu, tidak serta merta menerima informasi secara mentah.
Bagi Dewey individu yang tidak berpikir kritis mudah terbawa arus, oleh karena itu dengan berpikir kritis di era literasi digital ini dapat membantu individu dalam menemukan informasi dengan baik dan benar serta memanfaatkan teknologi sesuai porsinya.
Manfaat berpikir kritis antara lain untuk mencari solusi atas sebuah masalah, membantu mengomunikasikan ide atau gagasan, mengembangkan potensi diri, serta meningkatkan kreativitas. Manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh seorang intelektual saja melainkan semua kalangan bisa mendapat sisi positifnya.
Berikut tips untuk mencari nilai dari sebuah literasi visual dan digital dengan pola berpikir kritis;
- Cek sumber informasi secara detail, pastikan sumber yang dikutip jelas bukan sumber yang dibuat-buat.
- Pahami atau analisis isi konten dengan seksama, jangan biasakan menonton konten secara terpotong-potong untuk menghindari misinformasi. Tonton semua konten dari awal hingga akhir agar informasi yang didapatkan utuh tidak terpisah.
- Pilih dan pilah visual sesuai kebutuhan atau konteks informasi yang diinginkan, belakangan ini dengan kecanggihan AI visual konten semakin beragam. Pastikan visual konten aman untuk ditonton agar tujuannya tidak menyimpang dari hal-hal positif.
- Buat rangkuman atau catat bagian yang penting, secara tidak sadar mencatat adalah aktivitas yang dapat memperkuat ingatan.
- Analisis informasi yang didapat dengan detail, bisa juga dengan menuangkan argumen pribadi sebagai bentuk respon kritis. Ternyata hal ini bisa meningkatkan tingkat kreativitas individu.
- Evaluasi ide atau teori yang digunakan, setelah menganalisis dengan detail setiap individu juga berhak mengevaluasinya dengan catatan tetap menggunakan cara komunikasi yang tepat. Contohnya saat melihat konten di media sosial, sah-sah saja memberikan komentar di kolom komentar yang berisi kritik membangun atau bentuk apresiasi.
Terlihat cukup banyak step yang dilewati, namun tenang saja coba pelan-pelan sesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Semua tahap di atas tujuannya agar kita semua menjadi pribadi yang cerdas menggunakan literasi visual dan digital, tetap kreatif di era gempuran AI, dan tidak mudah terbawa arus serta lebih bijak dalam menggunakan media sosial.
Pilar Literasi Digital
Menurut Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) literasi digital terdiri dari 4 pilar berikut;
- Digital Skill merupakan kemampuan menggunakan atau mengoperasikan perangkat lunak, perangkat keras, dan sistem operasi digital.
- Digital Culture merupakan kemampuan membangun kultur kebangsaan dan interaksi secara positif di ruang digital, serta memahami nilai-nilai budaya sebagai warga negara yang baik.
- Digital Ethic merupakan kemampuan berpikir rasional, menjaga etika di ruang digital, menghormati hak cipta. Tujuannya untuk mencegah penipuan, pelanggaran privasi,atau cybercrime.
- Digital Safety merupakan kesadaran untuk menjaga keamanan dan data pribadi dari maraknya penipuan online hingga pencurian data pribadi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu pilar dalam menghadapi kemajuan termasuk dalam menggunakan literasi visual dan digital.
Peran berpikir kritis berperan untuk membentuk individu yang cerdas intelektual dan sosial serta memiliki pendirian kokoh sehingga tidak menjadi pribadi yang mudah terbawa arus.
Referensi:
Sihotang, K. (2019). Berpikir kritis: Kecakapan hidup di era digital. PT Kanisius.
www.literasionline.com
perpustakaankotayogyakarta.org
www.panduanmengajar.com
Penulis
Hildan Nurul Hidayah penulis yang ingin berbagi ekspresi hingga keluh kesah diri. Bagiku menulis adalah treatment terbaik di setiap keadaan, menjadi teman yang dapat dipercaya dan diandalkan. Instagram @hildanurul__