Dibalik Novel Renjana dalam Secangkir Cappuccino: Apakah Takdir Bisa Diteguk Seperti Kopi?
“Secangkir Cappucino yang Kuteguk Bersama Senyumanmu Mengalir Hangat dan Mengakar di dalam Darah”
Saat pertama kali aku menulis Renjana dalam Secangkir Cappuccino, aku tidak pernah menyangka bahwa kisah ini akan begitu beresonansi dengan banyak orang.
Novel ini bukan hanya tentang cinta yang manis, tetapi juga tentang luka, pengorbanan, dan bagaimana takdir sering kali mempermainkan perasaan manusia.
Humaura Alexandra Adiwijaya (Aura) adalah perempuan yang selalu menyandarkan cintanya pada secangkir cappuccino. Di malam ulang tahunnya, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini menjadi dunianya. Meski hatinya hancur, ia tetap menunggu, berharap pria itu kembali.
Di sisi lain, Anthonio Xavier, lelaki bermata elang yang arogan, menyimpan rahasia besar yang membuatnya harus meninggalkan perempuan yang dicintainya.
Cinta mereka terjalin dalam takdir yang kelam, cinta yang berkabut dendam, penuh ilusi, dan dihantui oleh masa lalu yang gelap. Ketika kepergian Anthonio membuka luka yang belum sembuh, hadir seorang pria lain yang berusaha mengisi ruang kosong di hati Aura.
Namun, apakah cinta baru bisa menyembuhkan atau justru membuka luka yang lebih dalam? Dan saat masa lalu kembali mengetuk, bisakah secangkir cappuccino yang sama menyatukan kembali dua hati yang sempat terpisah?
REVIEW
Aku selalu percaya bahwa kopi menyimpan banyak cerita. Setiap tegukan memiliki jejak rasa, seperti cinta yang kadang manis, kadang pahit.
Dari sinilah aku menemukan inspirasi untuk merangkai kisah Humaura Alexandra Adiwijaya dan Anthonio Xavier, dua jiwa yang terhubung oleh secangkir cappuccino, tetapi dipisahkan oleh rahasia, dendam, dan luka masa lalu.
Aura adalah cerminan dari seseorang yang terus mencari jawaban dalam keheningan secangkir kopi. Sementara Anthonio, adalah bayangan seseorang yang dipaksa memilih antara cinta dan tanggung jawab.
Mereka berdua bukan hanya karakter dalam novel ini, mereka adalah potret dari banyak orang yang pernah merasakan getirnya perpisahan.
Sebagai penulis, aku ingin membawa pembaca masuk ke dalam dunia yang kurangkai dengan bahasa yang mengalir, penuh metafora, dan menyentuh emosi. Aku ingin setiap kata dalam novel ini terasa seperti tegukan cappucino yang menghangatkan sekaligus membakar hati.
Alurnya tidak hanya sekedar kisah cinta klise, tetapi juga menghadirkan kejutan demi kejutan. Aku ingin pembaca bertanya-tanya, bertahan dalam setiap babnya, dan merasakan ketegangan yang aku rancang sejak awal.
Dari awal hingga akhir, ada misteri yang harus dipecahkan, ada rahasia yang terungkap sedikit demi sedikit.
Aku percaya bahwa karakter yang hidup adalah karakter yang memiliki kelemahan dan ketidaksempurnaan. Aura bukan sekadar perempuan yang meratap dalam kehilangan, tetapi juga seseorang yang bertumbuh dari rasa sakitnya.
Anthonio bukan hanya sosok pria sempurna, tetapi juga seseorang yang harus berhadapan dengan pilihan-pilihan yang menyakitkan.
Konflik dalam novel ini pun tidak hanya berkisar pada cinta, tetapi juga intrik keluarga, pengkhianatan, dan obsesi. Aku ingin menggambarkan bagaimana cinta terkadang bisa menjadi candu, tetapi juga bisa menghancurkan jika kita tidak berhati-hati.
Pesan yang Ingin Kusampaikan
Setiap orang punya cara berbeda untuk menghadapi kehilangan dan mencintai. Aku ingin pembaca memahami bahwa tidak semua cinta harus dimiliki, dan tidak semua luka harus disembuhkan dengan cara yang sama. Terkadang, kita harus melepaskan untuk bisa benar-benar memiliki.
Melalui novel ini, aku ingin mengajak pembaca untuk tidak hanya merasakan cinta sebagai sesuatu yang indah, tetapi juga sebagai sesuatu yang bisa mengajarkan kita banyak hal tentang kehidupan.

Penulis : Naraya Syifah
Penerbit: Guepedia
Ukuran : 14 x 21 cm
ISBN : 978-623-294-924-9
Terbit : November 2020
Renjana dalam Secangkir Cappuccino adalah perjalanan tentang cinta, luka, dan takdir yang berkelindan dalam aroma kopi yang menenangkan. Ini bukan hanya novel, tetapi sebuah pengalaman rasa yang bisa kamu nikmati dengan secangkir cappuccino di tangan. Aku berharap setiap pembaca bisa menemukan bagian dari dirinya dalam kisah ini, dan ketika menutup halaman terakhir, mereka bisa merasakan sesuatu yang tertinggal di hati.
Tentang Penulis
Menulis bukan sekadar hobi bagi saya, tetapi napas yang menghidupkan jiwa. Saya, Naraya Syifah, lahir dengan nama asli Siti Musyaropah di Subang, 15 November 1997.
Saya percaya bahwa kata-kata memiliki kekuatan untuk menginspirasi, menggerakkan, bahkan mengubah dunia. Karena menulis bukan sekadar menyusun kata, melainkan membangun dunia di dalamnya.
Saya senang sekali berdiskusi, jadi ayok berteman! Bisa temui saya di Ig @smusyarofaah15.
Novel Lainnya Karya Naraya Syifah:
Dosen Kutub VS Mahasiswa Absurd (2020), Antologi Hidden Love (2019), Antologi Selaksa Asa di Ujung Pena (2022), dan Antologi Ayat-ayat Merpati kepada Mendiang (2022).