Gimana Cara Menemukan Jati Diri dengan Menulis? Ini Perjalananku
Menulis mungkin tampak sederhana. Namun, di setiap kata, sebenarnya ada ruang refleksi yang perlahan membuka pintu menuju siapa dirimu sebenarnya.
Melalui tulisan, kamu bisa belajar jujur mengurai perasaan, dan memahami isi hati yang selama ini mungkin terabaikan.
Pertanyaannya, “Memangnya apa benar menulis itu bisa membantu kita untuk menemukan jati diri?” Mari kita coba telusuri bersama dan menemukan jawaban melalui pengalamanku ini.
Mengapa Menulis Bisa Menjadi Cermin Diri?
Langkah awal yang aku lakukan sebelum menulis adalah membaca buku. Hal ini tentu dapat menjadi alat pencerahan pribadi. Kenapa demikian? Ketika membaca karya sastra, aku bisa mendapatkan ruang untuk diriku sendiri sehingga dapat merenung atas apa yang aku alami saat ini.
Buku adalah jendela dunia. Kita akan mendapatkan apapun yang selama ini kita cari atau dapat memberikan informasi yang selama ini tidak kita ketahui, dengan begitu kita bahkan bisa menguasai dunia hanya dari sebuah buku.
Selain menjadi pencerahan pribadi, menulis juga dapat memberikan empati keterhubungan, dan ekspresi kreatif. Seringkali kita merasakan hal yang sama seperti apa yang sedang kita baca, bahkan kita tidak merasa sendirian dalam menghadapi sebuah situasi.
Selain itu, membaca juga dapat memberikan dorongan untuk mengekspresikan diri secara kreatif melalui tulisan dengan tujuan untuk memberikan semangat serta dorongan bagi orang-orang yang merasa tidak didengar di sekitarnya.
Berdasarkan pengalamanku, membaca memberikan aku kemampuan untuk mendapatkan cerminan diri, aku jadi bisa melihat pengalaman orang lain, aku mampu mengenali emosiku atau bahkan aku juga dapat membuka ruang introspeksi atas kritik yang diberikan untukku agar menjadi lebih baik.
Prosesku dalam Menemukan Jati Diri Lewat Tulisan
Aku lahir dan dibesarkan di lingkungan yang minim akan ilmu parenting, sejak kecil aku tidak pernah dilatih untuk mengutarakan isi hati atau bahkan mengucapkan tiga kata ajaib: maaf, tolong dan terima kasih saja aku tidak pernah diajarkan.
Aku pernah ada di satu momen, saat itu usiaku menginjak dua puluh satu tahun, aku harus kehilangan semua sahabatku hanya karena masalah sepele yang bahkan sampai membuatku harus merasakan konsultasi ke psikolog dan mereka bilang kalau aku ini mengalami depresi.
Kenapa bisa begitu? Seperti yang sudah aku sampaikan di awal, aku tidak diajarkan untuk mengutarakan isi hati, aku tidak diberikan ruang untuk meluapkan emosi dan kalau aku bersuara, aku diabaikan, suaraku tidak didengar.
Jadi aku merasa harus memendam itu semua seorang diri sampai aku merasakan kalau semua itu diam-diam membunuhku.
Setelah bertahun-tahun, aku tumbuh dengan ilmu yang aku temukan di sosial media, aku memanfaatkan itu untuk mencari semangat kalau aku tidak sendiri. Di sana, aku belajar untuk melapangkan hatiku dan lebih terbuka lagi atas apa yang selama ini aku rasakan.
Di sana bahkan ada yang bilang, “Coba deh luangin waktu kamu untuk melakukan hal yang kamu sukai, apapun itu yang menjadi hobi kamu”. Berhubung aku menyukai dunia sastra sejak sekolah menengah pertama, aku kembali mengasah kemampuanku dalam menulis.
“Lho kok ternyata menyenangkan ya?” ucapku saat itu. Aku mulai dengan journaling di setiap pagi, aku menorehkan hal baik apapun di sana. Aku juga mencari potensi lain di platform baca untuk mengutarakan ide-ide yang aku ambil dari kisah nyataku.
Ternyata dengan begitu aku justru menemukan jati diriku melalui tulisan. Dunia sastra yang katanya membosankan, tapi menurutku dan sebagian orang ternyata ini adalah sebuah hal yang sangat menyenangkan, lho.
Aku bisa mengutarakan semua emosi yang tidak dapat aku utarakan di dunia nyata menjadi sebuah tulisan atau sebuah karya, itu adalah sebuah nikmat yang tidak bisa aku dustakan, indah sekali rasanya menjalani sebuah hal sesuai dengan minat kita.
Melalui tulisan aku merasa didengar dan melalui tulisan juga dapat merasa kalau aku memang tidak sendirian.
Jadi, menulis bukan hanya soal merangkai kata, melalui tuliskan aku dapat menemukan jati diriku. Karena dari tulisan yang tertuang, aku bisa belajar banyak hal, seperti menerima luka, merayakan kebahagiaan, dan menemukan siapa sebenarnya aku.
Ini Langkah Pertama untuk Menemukan Jati Diri dengan Menulis
Dunia sastra itu tidak membosankan, lho. Kita bahkan bisa mendapatkan beberapa manfaat dalam menulis untuk kehidupan sehari-hari, misalnya menuangkan emosi, berpikir kritis, meningkatkan kreativitas, melatih kedisiplinan dan konsisten, melatih kemampuan berbahasa, dan peluang karir.
Beberapa poin di atas ini merupakan manfaat dari menulis secara garis besar ya. Namun, ada satu manfaat dari menulis yang menurutku justru jauh lebih baik dan jarang dibahas juga oleh semua orang, yaitu menemukan jati diri.
Jadi, bagaimana cara mulai menemukan jati diri melalui menulis? Kalau aku memulainya dengan menulis di buku diary. Namun, kalau aku boleh kasih saran, tolong kurang-kurangin menulis keluh kesah di buku diary.
Kamu percaya nggak sih kalau dari sebuah tulisan saja itu bisa jadi kenyataan, lho. Kamu ingat kan ceritaku di atas yang aku menyukai dunia sastra sejak sekolah menengah pertama?
Iya, saat itu aku selalu menulis keluh kesahku di buku diary dan tidak ada yang tahu juga kalau ternyata semua itu menjadi kenyataan saat aku tumbuh dewasa, seakan itu semua menjadi bom waktu.
Coba kamu ubah kebiasaanmu dalam menulis keluh kesah di diary menjadi menulis semua mimpimu yang belum tercapai, apalagi kalau kamu memiliki nasib seperti aku yang tidak punya ruang untuk bercerita.
Percaya atau nggak percaya kamu bisa dan mampu mengendalikan hidupmu sendiri melalui sebuah tulisan, lho.
Ini sudah aku buktikan sendiri, mulai dari aku yang merasa depresi hasil dari tulisanku di masa lampau sampai aku bisa bangkit dari hidupku dan menemukan jati diriku dari menulis.
Aku nggak bisa menjelaskan lebih spesifik, tapi kalau kamu penasaran soal ini lebih dalam, kamu bisa pelajari soal ilmu hukum tarik-menarik, jangan bosan membaca ya, di sana kamu akan menemukan jawabannya.
Nah penjelasan di atas adalah prosesku dalam menemukan jati diri melalui tulisan. Sekarang aku sudah hidup jauh lebih baik setelah mengubah kebiasaanku dalam menulis keluh kesah. Karena aku telah menemukan teknik yang lebih baik dalam menulis yaitu menuliskan mimpi serta harapanku di buku diary. Aku harap pengalamanku ini bisa membantu kamu ya.
Referensi
www.sastraindonesia.org/2024/11/Sastra-sebagai-Cermin-Diri-Membuka-Jalan-Refleksi-dan-Pemahaman.
www.happydyah.com/keajaiban-scripting
Penulis
Nurul Amalia – seorang pegawai swasta yang sedang menapaki dunia kepenulisan. Menulis adalah hal yang sangat aku sukai karena aku berhasil mendapatkan jati diriku yang selama ini aku cari. Lewat tulisan juga aku berharap bisa menginspirasi semua orang.
