Ruang Literasi

Emang Ada Psikologi Literasi? Yuk Cari Tahu! 

Pernahkah kamu membuka smartphone-mu di pagi hari dan ia dipenuhi oleh notifikasi Instagram berderet serta grup Whatsapp keluarga ramai dengan pesan?

Tidak hanya itu, portal berita online menampilkan banyak berita bertabrakan dan TikTok ada video edukasi yang ternyata isinya belum tentu benar. 

Hanya dalam hitungan menit pikiran kita sudah dibanjiri informasi dari berbagai arah. 

Di era digital, literasi bukan lagi sekadar soal membaca buku. Literasi masa kini adalah kemampuan untuk memahami, memilah, dan menilai arus informasi yang datang dari media sosial, berita online hingga konten digital lain yang seakan tak ada habisnya. 

Lantas, apa yang harus kita lakukan untuk menghadapinya?

Membaca Lalu Memahami

Jika dulu literasi selalu identik dengan, “Siapa yang rajin membaca akan lebih pintar”, maka sekarang berbeda. Bukan hanya membaca tetapi bagaimana kita memproses bacaan itu yang lebih penting.

Jika seseorang bisa membaca banyak artikel tetapi kalau tidak bisa membedakan mana fakta, mana opini, atau mana hoaks, maka informasi justru bisa menyesatkan. 

Inilah yang menjadi fokus dari psikologi literasi. Bidang ini membicarakan bagaimana pola pikir kita bekerja saat membaca, termasuk peran kognitif. Misalnya fokus, ingatan dan berpikir kritis serta emosional seperti motivasi, rasa ingin tahu bahkan emosi yang muncul dari suatu bacaan.

Cara Menghadapi Era Digital

Saat kita membaca pikiran kita tidak hanya sekedar merekam sebuah tulisan tetapi ia bekerja keras memilah kata menghubungkan dengan memori lama lalu menyimpulkan makna.

Di sinilah muncul pertanyaan,“Bagaimana cara agar pola pikir kita tetap efektif menyerap informasi sekaligus tidak kewalahan?”

  • Fokus sebagai kunci, membaca di tengah distraksi digital butuh latihan memilih waktu dan tempat khusus untuk membaca bisa membantu otak tetap tenang;
  • Motivasi sebagai bensin,tanpa rasa ingin tahu pikiran mudah menyerah rasa tertarik pada suatu topik bisa membuat kita lebih tekun dalam menyerap informasi;
  • Berpikir kritis sebagai filter, di tengah derasnya informasi otak perlu “penyaring”. Kita diajak untuk selalu bertanya; “Apakah ini fakta? Dari mana sumbernya? Apa manfaatnya bagi saya?”

Ketika menjaga fokus, memelihara motivasi, dan mengasah berpikir kritis, kita tidak hanya menjadi pembaca di era digital, tetapi juga pengendali atas arus informasi yang terus mengalir.

Psikologi Literasi dan Kesehatan Mental

Menariknya, psikologi literasi tidak hanya berbicara tentang kemampuan memahami informasi, tetapi juga menyentuh ranah kesehatan mental yang kerap terlupakan.

Di tengah derasnya arus informasi digital, otak kita bekerja tanpa henti untuk memilah, menafsirkan, dan menilai berbagai pesan yang masuk.

Terlalu banyak informasi tanpa filter justru bisa menimbulkan information overload, yaitu kondisi di mana seseorang merasa lelah, cemas, bahkan kehilangan fokus karena kebanyakan menerima rangsangan kognitif secara bersamaan.

Fenomena ini sering membuat kita sulit berhenti scrolling media sosial meskipun tubuh dan pikiran sudah jenuh. Inilah yang disebut sebagai digital fatigue atau kelelahan mental akibat paparan informasi berlebihan dan notifikasi tanpa henti.

Untuk jangka panjang, kondisi ini dapat memicu stres, gangguan tidur, hingga menurunnya produktivitas dan kemampuan berpikir jernih.

Literasi sejati pada akhirnya bukan hanya tentang bagaimana kita berinteraksi dengan informasi, tetapi juga bagaimana kita menjaga kewarasan di tengah banjirnya data. Sebab, di era digital yang serba cepat, memahami kapan harus berhenti adalah bagian dari kebijaksanaan dalam membaca kehidupan itu sendiri.

Menutup Hari dengan Bijak

Pada akhirnya literasi masa kini bukan tentang siapa yang membaca paling banyak melainkan siapa yang paling bijak dalam membaca. Memahami cara memproses informasi mampu membuat kita mengembangkan strategi untuk tetap waras di tengah derasnya informasi. 

Mungkin tantangannya besar tapi bayangkan kalau jika bisa mengendalikan cara kita membaca, memilah dan mencerna informasi maka bukan informasi yang menguasai kita melainkan kita yang menguasai informasi.

Referensi

Ratri, S. Y., & Aviyanti, L. (2025). Unlocking Digital Literacy in Indonesia: Insights from the Use of Social Media in Learning. Jurnal Prima Edukasia.

Penulis

Saya mempunyai hobby menulis dan juga membaca novel. Saat ini saya sedang menempuh perkuliahan di jurusan Management.

Akun IG: @jessikaotniel

Kawan Pena Penulis

Tempat bagi para penulis pemula maupun berpengalaman belajar bersama dan meningkatkan kemampuan menulis. Yuk, kita belajar menulis bersama dan berbagi inspirasi melalui kata!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *