Creative Writing

Apa Itu Senandika? Pengertian, Ciri, Cara Membuat, dan Contohnya

Siapa nih yang suka meluapkan perasaan lewat tulisan? Apakah kamu? Aku pribadi juga suka, bahkan sering banget. Jenis tulisannya juga macam-macam. Mulai dari puisi, cerita mini, hingga cerpen. Pokoknya semua deh!

Tapi, tahu tidak sih, ada lho jenis karya sastra yang isinya ditujukan khusus untuk meluapkan sebuah perasaan. Tulisan ini juga jarang diketahui orang-orang. Itulah yang akan kita bahas pada artikel ini, yaitu senandika.

Apa yang Dimaksud Dengan Senandika?

Pernah tidak sih, kamu menemukan sebuah quotes atau paragraf singkat yang isinya tuh tentang perasaan sang narator? Terus, tanpa sadar, emosi kamu juga terpicu dan turut merasakan pesan yang ingin disampaikan oleh penulisnya.

Kalau jawabannya iya, berarti kamu sudah familiar dengan apa yang akan kita bahas kali ini.

Kalau kita menilik pada KBBI, karya tulis ini bermakna wacana seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut.

Kata ini diambil dari salah satu bahasa kuno, yaitu Sansekerta. Lantas, apa arti senandika dalam bahasa Sansekerta?

Terdapat dua kata dasar, yakni “andika” yang berarti bercerita atau bertutur, dan “se” yang artinya sendiri.

Jadi, secara garis besar, karya sastra ini bermakna penuturan batin seseorang terhadap dirinya sendiri. Oh iya, tulisan ini juga populer dengan nama solilokui.

Perbedaan Senandika dengan Monolog dan Puisi

Umumnya, orang-orang mengira bahwa jenis tulisan curahan hati ini sama dengan monolog ataupun puisi. Namun, perlu kamu ketahui, ketiganya memiliki perbedaan.

Apakah senandika sama dengan monolog?

Meski memiliki definisi yang mirip dan sama-sama berisikan perasaan seorang karakter. Namun, nyatanya, keduanya merupakan karya sastra yang berbeda. Perbedaan ini terletak pada target audiensnya.

Monolog adalah pidato seorang karakter untuk karakter lain atau para penonton.

Sedangkan, senandika merupakan jenis monolog yang secara khusus diungkapkan sang tokoh pada dirinya sendiri, ataupun kepada dirinya sendiri di depan para penonton.

Apa perbedaan puisi dan senandika?

Selain berbeda dengan monolog, senandika juga memiliki perbedaan dengan puisi. Ciri-ciri puisi yang paling khas dapat dilihat dari cara penyajiannya yang memiliki  pola, bentuk, dan ritme. Puisi memiliki aturan tertentu mengenai jumlah kata, baris, dan bait.

Sementara, senandika berbentuk paragraf yang dibiarkan mengalir bebas dan lebih menonjolkan emosi. Tak ada aturan pasti dalam penyajiannya.

Jadi, jelas yah pengertian dan perbedaannya. Jangan sampai salah salah lagi membedakannya!

Apakah Ciri-ciri Senandika?

Jika ingin mengenali suatu karya sastra, belum afdol rasanya kalau kita belum tahu hal yang menjadi pembeda dengan jenis karya lain. Nah, tadi kan kita sudah sedikit membandingkan dengan puisi dan monolog. 

Tapi, ada tidak sih ciri-ciri lain yang khusus dan identik dengan solilokui ini? Jawabannya ada, lho! 

Beberapa ciri berikut akan membantu kamu mengidentifikasi bahkan mempermudah dalam pembuatan karya ini. Yuk kita bedah satu per satu!

1. Penggunaan Sudut Pandang Orang Pertama

Hal yang paling menonjol dari senandika adalah penggunaan sudut pandang yang selalu orang pertama. Tokoh dibuat seakan berbicara dengan dirinya sendiri. Umumnya menggunakan kata “aku” atau “saya”.

Kata ganti tersebut digunakan dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan, maupun konflik batin yang sedang ia alami. Hal tersebut lah yang membuat tulisan ini terasa personal dan intim. Sebab, para pembaca atau penonton, dibawa langsung ke relung hati narator.

2. Penyajiannya Singkat & Padat

Ciri khas lainnya adalah penyajiannya yang singkat dan padat. Karya sastra ini tidak membutuhkan dialog ataupun penjelasan yang bertele. Melainkan hanya beberapa kalimat yang langsung menyentuh inti persoalan batin sang tokoh.

Umumnya, terdiri dari 100-500 kata.

Meski terkesan terlalu singkat, tapi justru di situlah kekuatannya. Sebab, mampu menghadirkan emosi yang kuat, dalam jumlah kata yang terbatas.

3. Penggunaan Permainan Kata

Kekhasan kosa kata juga menjadi ciri yang menonjol dari karya ini. Selain itu, jenis tulisan ini juga sering memanfaatkan permainan kata untuk memperkuat ekspresi batin tokoh.

Pemilihan diksi umumnya bergaya puitis, bersifat repetitif, dan seringnya menggunakan metafora. Hal ini lah yang membuat perasaan lebih hidup dan menyentuh.

Bagi sang penulis, permainan kata ini dapat memberikannya ruang dalam mengekspresikan berbagai emosi rumit dengan cara yang indah sekaligus mendalam.

4. Penglibatan Emosi

Ciri yang terakhir dari solilokui adalah penglibatan emosi. Karya ini tidak hanya berisikan penyampaian pikiran, akan tetapi juga gejolak perasaan sang tokoh secara intens.

Setiap kata yang digunakan membawa nuansa batin yang kuat. Ini seolah membuka ruang terdalam dari diri sang tokoh.

Emosi yang dituturkan bisa saja senang, sedih, gelisah, bahkan kecewa. Semuanya dapat disampaikan secara jujur dan terbuka. 

Inilah yang membuat senandika begitu menyentuh. Sebab, pembaca maupun penonton, bisa turut hanyut merasakan kedalaman emosi yang dituangkan.

Bagaimana Cara Membuat Senandika?

Setelah memahami pengertian dan mengenali ciri-ciri, saatnya kita masuk ke bagian yang paling dinanti, yaitu cara membuatnya.

Meski terlihat sederhana, akan tetapi penulisan karya ini membutuhkan ketelitian dalam pemilihan kata. Selain itu, diperlukan pula keterbukaan dan kejujuran bagi diri sendiri.

Gimana sih caranya merangkai kalimat yang begitu menyentuh dengan jumlah kata yang terbatas? Yuk simak langkah-langkah berikut!

1. Tentukan Perasaan

Langkah pertama dan paling utama, yaitu menentukan perasaan yang akan diusung. Mengapa ini penting? Karena, curahan hati tersebut akan lebih kuat dengan keterbukaan perasaan yang jujur dan jelas.

Tanpa dasar perasaan yang jelas, tulisan kita akan terasa datar dan kehilangan makna.

Sebenarnya mau menuturkan perasaan apa? Apakah kesedihan, kerinduan, kemarahan, atau kebahagiaan? Tentukan dulu satu emosi yang dominan agar senandika yang kita tulis lebih fokus dan kuat menyentuh hati pembaca.

2. Pilih Diksi dan Gaya Bahasa

Setelah memilih perasaan, saatnya menentukan diksi dan gaya bahasa yang akan digunakan. Tiap emosi memiliki kosa kata dan gayanya tersendiri. 

Misalnya, emosi marah. Maka, diksi yang digunakan bisa saja lebih kasar dengan gaya yang tajam. Berbeda dengan kerinduan yang umumnya lebih lembut dengan gaya yang melow.

Kamu harus cermat dalam menentukan kedua hal ini. Karena, kesalahan kecil saja bisa membuat emosi yang diusung malah tidak berhasil tersampaikan.

Jadi, jangan sampai salah pilih yah!

3. Mulai Menulis dan Luapkan Perasaan

Jika persiapanmu sudah matang, maka saatnya untuk eksekusi. Mulailah menulis apapun yang terlintas dalam pikiranmu. 

Tak perlu memusingkan struktur atau hal-hal lainnya di awal. Karena, yang terpenting saat ini adalah meluapkan perasaan yang sebenarnya.

Saran dari aku, biar tulisanmu lebih hidup, cobalah meluapkan perasaan yang sesuai dengan apa yang pernah kamu alami. Sebab, hal tersebut bisa membuat tulisan kamu lebih personal dan otentik.

4. Lakukan Editing

Setelah melakukan ketiga langkah di atas, maka yang perlu kamu lakukan terakhir adalah editing. Ini merupakan tahap yang penting banget dan tidak boleh kamu lewatkan.

Pada tahap ini, pastikan tulisanmu tetap singkat, padat, dan tidak keluar dari emosi utama yang ingin disampaikan. Cek juga apakah masih ada kesalahan ketik atau sejenisnya. Pokoknya, pastikan tulisan itu enak dibaca.

Bacalah beberapa kali hingga kamu merasa cukup. Rombaklah apapun yang kamu rasa janggal atau kurang cocok. Sajikanlah karya tersebut dengan cara terbaik yang kamu bisa.

Apa Contoh Senandika?

Terakhir, aku ingin memberikan sebuah contoh senandika dari penulis favoritku, yaitu Dionisius Dexon. Sedikit penggalan senandika ini aku temukan ketika sedang membaca buku keenam beliau yang berjudul “Senyummu Musim Semi yang Panjang”.

Salah satu tulisan yang kusuka dari buku ini terletak pada halaman 60, sebagai berikut:

Kemungkinan

Akan selalu ada seseorang yang mendoakanmu,

memikirkanmu, menunggumu pulang, dan berharap

dapat selalu menjagamu dalam sepinya keramaian.

Pertanyaannya: berapa besar kemungkinan kamu

menyadari bahwa seseorang itu akan selalu aku?

Nah, itu tadi pembahasan kita tentang senandika. Gimana, apakah sudah jelas? Yuk langsung aja terapkan dan ubah perasaanmu menjadi karya yang luar biasa!

Referensi:

kbbi.web.id/

Zaskia Tsamara

Zaskia Tsamara atau kerap kenal dengan nama pena Zaski Zeet, merupakan remaja 18 tahun yang juga aktif sebagai penulis dan penggiat literasi. Sudah menerbitkan 6 buku dan 2 kali menjadi pemateri webinar kepenulisan. Yuk kepoin di Instagram @zaskiatsamara_!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *