Literasi Akademik di Era Digital, Sebuah Pilar Masa Depan
Mari bayangkan seorang mahasiswa bernama Hana sedang duduk di sudut perpustakaan kampusnya. Dikelilingi buku-buku tebal, ia menghela napas panjang. Di tangannya ada daftar referensi tugas akhir mata kuliah filsafat ilmu yang harus diselesaikan dalam dua minggu.
Namun, tak lama kemudian Hana menutup buku itu dan membuka laptopnya ia mengetik cepat di Google Scholar diikuti dengan membuka Mendeley, menyimpan jurnal dari JSTOR (Journal Storage) dan mencatat dengan Notion.
Kita semua menyadari bahwa dunia akademik yang dulu bergantung pada tumpukan buku kini telah berubah menjadi dunia digital.
Mengapa Literasi Akademik Digital itu Penting?
Apabila kita lihat secara keseluruhan, eksklusivitas akademik tidak lagi merupakan buku-buku tebal di perpustakaan.
Mahasiswa sekarang bisa mendapatkan jurnal internasional hanya dalam sekali sentuh, menonton kuliah Harvard di YouTube dan berdiskusi dengan pakar lewat Linkedin.
Namun, semua itu akan tidak berarti jika tidak diikuti dengan kemampuan memilah, memahami dan memvalidasi informasi.
Literasi akademik digital merupakan pondasi dari semua itu, termasuk:
- Kemampuan riset daring harus mengetahui sumber yang kredibel, sesuai fakta dan tidak abal-abal;
- Etika digital tidak asal salin atau tempel, tetapi memahami soal plagiarisme dan cara mengutip yang benar;
- Kemampuan berpikir kritis digital bisa dipilah, memilih opini dari fakta dan mengetahui bagaimana cara argumen dibangun dengan data.
Tantangan Dibalik Kemudahan
Setiap kemudahan pasti ada tantangan tersendiri, contohnya Hana pernah terjebak dalam jebakan “copas” dari blog yang tampak ilmiah tetapi tidak punya reputasi akademik.
Ia sempat hampir kehilangan rasa percaya diri karena nilai tulisannya menjadi tidak berkualitas akibat referensi yang digunakannya tidak kredibel.
Masalahnya, bukan pada niat Hana melainkan ketidakpahaman bahwa semua yang muncul di halaman Google dapat percaya. Pada era digital, literasi akademik meminta kita untuk lebih dari sekedar sadar teknologi, kita dituntut untuk dewasa secara intelektual.
Menjadi Pemikir, Bukan Sekedar Pengguna
Era digital merupakan penempatan kita pada posisi unik bukan hanya pembaca tetapi juga produsen informasi. Setiap unggahan, kutipan, komentar bahkan video edukatif itu semua merupakan bentuk kontribusi akademik ruang digital.
Maka penting untuk menyadari peran kita saat menulis opini, mengunggah tulisan ilmiah atau membagikan tautan penelitian.
Kita sedang membentuk ekosistem pengetahuan dan untuk melakukannya dengan benar, kita harus berpijak pada etika akademik, verifikasi data dan kecepatan sumber.
Literasi Akademik Digital sebuah Pilar Masa Depan
Jika kamu mahasiswa, guru, peneliti atau kamu yang peduli akan ilmu pengetahuan, maka mengasah literasi akademik digital adalah sebuah kewajiban, bukan lagi hanya sekedar agar dapat bisa lulus tetapi agar kamu mampu memiliki kerangka berpikir yang baik.
Di tengah gempuran informasi yang banyak berita hoax. Literasi akademik digital adalah kompas milik kita dan seperti Hana, kamu juga bisa menjadi bagian dari generasi yang tidak hanya mengakses ilmu tetapi juga jadi menciptakannya.
Referensi:
jurnalpengabdianmasyarakatbangsa.com/index.php/jpmba/article/view/1312
ejournal.unib.ac.id/jurnaldiksa/article/download/22391/10433/60982
Penulis
Jessika Otniel Budianto. Saya mempunyai hobby menulis dan juga membaca novel. Saat ini saya sedang menempuh perkuliahan di jurusan Management. Akun IG: @jessikaotniel
